Meski tampak sangat berpengalaman terhadap tumbuhan obat, namun perkenalan Zubaidah terhadap tumbuhan jenis ini ialah gara-gara penyakit asam lambung. “Dulu saya nggak tampak bugar laksana ini. Kurus sekali, sebab selama empat tahun melulu makan bubur,” tutur Zubaidah untuk Kompas.com Saat berpeluang mewawancarinya, Kompas.com tak menduga ia pernah menderita asam lambung akut. Perempuan berusia 46 tahun tersebut tampak enerjik, tak menandakan merasakan penyakit di drainase pencernaan.
Sambil bercerita, ia merogoh telepon genggam berwarna merah dari saku bajunya, lalu mengindikasikan foto-foto lama miliknya. Foto tersebut memperlihatkan sosok dirinya sebelum bergulat dengan penyakit yang tidak jarang dikaitkan dengan penyakit maag. Namun kondisinya berubah pada 2005. Saat tersebut penyakitnya makin akut. Imbasnya, kegiatan harian saudagar kelontong tersebut pun terganggu. “Saya bolak-balik ke klinik, mulai dari klinik di semua Perawang sampai Rumah Sakit Eka Hospital di Pekanbaru. Tapi tak pun sembuh,” kata kader Dasa Wisma guna pertanian tumbuhan obat itu.
Kondisi jasmani perempuan tersebut kian melemah. Asam lambung yang dideritanya mengakibatkan sesak nafas dan sakit punggung yang makin intens. Saat berobat di sebuah lokasi tinggal sakit di Pekanbaru, ia berjumpa dengan pasien tidak berhasil ginjal yang sedang cuci darah yang diakibatkan asam lambung. Dalam perjumpaan itu, pasien itu mengaku faedah ginjalnya terganggu sebab terlalu tidak sedikit mengonsumsi obat. Namun demikian, kondisi tampak berubah ketika si pasien mengonsumsi tumbuhan herbal. “Sekarang kondisinya berbeda, bahkan tampak lebih sehat dan intensitas cuci darahnya semakin berkurang sesudah mengonsumsi kunyit putih,” imbuhnya.
Mendengar kisah itu, Zubaidah mulai melirik tumbuhan obat yang sekitar ini sebetulnya telah ia tanam. Sayangnya, ia tak memanfaatkan tumbuhan herbal untuk penyembuhan penyakitnya. Didorong rasa hendak tahu, wanita yang sering memproduksi susu kedelai tersebut pun mencari informasi tentang tumbuhan obat melewati internet. “Saya teliti sendiri secara langsung dan belajar dari google. Browsing, namun saya periksa lagi kebenarannya. Karena nggak seluruh informasi di internet tersebut benar. Ada yang benar, terdapat pula yang tidak. Tapi banyak sekali benar,” ujarnya. Usai mengoleksi sejumlah referensi, Zubaidah juga mulai mengonsumsi ramuan kunyit putih, temu lawak, dan kunyit biasa. Di samping itu, ia memanfaatkan lidah buaya guna menetralkan asam lambungnya.
“Dua bulan mengonsumsi kunyit putih, rasa sakitnya berkurang. Sejak ketika itu, saya semakin yakin terjun menekuni tumbuhan obat,” terangnya.
Petani tumbuhan obat
Sejak ruang belajar 1 SD, Zubaidah mengekor orangtuanya transmigrasi ke Provinsi Riau. Kedua orang tuanya berasal dari Kecamatan Wagir, Malang, Jawa Timur. Keluarga transmigran tersebut menetap di Desa Perawang Barat, Kabupaten Siak. Sejak 2012, semua petani di Perawang Barat mulai bercocok tanam tumbuhan obat di pekarangan rumahnya maupun dalam pot.
Awalnya, Zubaidah mengaku melulu sekadar ikut-ikutan program Dasa Wisma yang diterapkan di desanya. Setiap Rukun Tetangga (RT) diharuskan mempunyai Dasa Wisma yang menanam ragam tanaman obat yang biasa dinamakan apotek hidup. Sebagai informasi, Dasa Wisma terdiri dari sepuluh lokasi tinggal yang mempunyai tanaman obat family yang ditanam di halaman lokasi tinggal seperti jahe, kencur, kunyit, binahong, baru cina, daun salam, dan daun ungu. Adapun program tumbuhan obat family (toga) itu adalahsalah satu unsur dari program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) inisiasi Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas melewati anak usahanya PT Arara Abadi di Siak, Riau.
Meski mengaku melulu ikut-ikutan, Zubaidah diandalkan sebagai di antara ketua Dasa Wisma. Bahkan, sampai kini ia adalahsalah satu penduduk dipilih masyarakat Desa Perawang Barat sebagai utusan tanaman obat.
Tantangan di lapangan
Kini Dasa Wisma yang terdapat di desa Perawang Barat berkembang menjadi 30 kumpulan yang menempatkan tanaman obat. Sebagai penasihat Dasa Wisma di Desa Perawang Barat, ia tak menolak tak seluruh masyarakat mempercayai bahwa tumbuhan herbal mempunyai khasiat. “Salah satu alasannya sebab rasanya yang enggak enak, lantas kondisi fisiknya masih merasa sehat, pun soal paradigma bila sakit mesti langsung ke dokter. Belum laksana saya yang telah ke dokter juga tapi nggak sembuh-sembuh,” ungkapnya.
Ia mengatakan, mayoritas warga desa yang ikut aktif Dasa Wisma ialah orang yang pernah merasakan sakit dan kesudahannya kondisinya semakin baik sesudah mengonsumsi tumbuhan obat. Berbekal empiris pribadinya, ia giat mensosialisasikan untuk warga desa mengenai potensi tumbuhan obat dan guna tanaman tersebut.
Apalagi dengan adanya program DPMA, masyarakat yang menekuni bercocok tani tumbuhan obat dapat memperoleh sokongan penuh dari Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas, baik dalam format permodalan, pelatihan, sarana prasarana, sampai akses pasar. APP Sinar Mas pun membantu masyarakat dengan memberi pelatihan teknik memproduksi, termasuk teknik memperoleh izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan label halal dengan mengundang sebanyak pihak bersangkutan laksana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Berkat pelatihan-pelatihan tersebut, sekarang masyarakat yang tergabung dalam Dasa Wisma dapat mengubah tanaman obat menjadi jahe bubuk instan, jus lidah buaya, dan jus buah naga yang dapat dipasarkan secara online maupun ke koperasi APP Sinar Mas. Dengan mengantongi label halal, label produk industri lokasi tinggal tangga (PIRT), dan label BPOM, produk penduduk desa itu dapat menjebol jaringan toko retail di Kabupaten Siak, sampai-sampai perekonomian desa menggeliat.